Tab

Tuesday, April 13, 2010

Sejarah Banyuwangi

SEJARAH SINGKAT BANYUWANGI :

Merujuk data sejarah yang ada, sepanjang sejarah Blambangan kiranya tanggal 18 Desember 1771 merupakan peristiwa sejarah yang paling tua yang patut diangkat sebagai hari jadi Banyuwangi. Sebelum peristiwa puncak perang Puputan Bayu tersebut sebenarnya ada peristiwa lain yang mendahuluinya, yang juga heroik-patriotik, yaitu peristiwa penyerangan para pejuang Blambangan di bawah pimpinan Pangeran Puger ( putra Wong Agung Wilis ) ke benteng VOC di Banyualit pada tahun 1768.
Namun sayang peristiwa tersebut tidak tercatat secara lengkap pertanggalannya, dan selain itu terkesan bahwa dalam penyerangan tersebut kita kalah total, sedang pihak musuh hampir tidak menderita kerugian apapun. Pada peristiwa ini Pangeran Puger gugur, sedang Wong Agung Wilis, setelah Lateng dihancurkan, terluka, tertangkap dan kemudian dibuang ke Pulau Banda ( Lekkerkerker, 1923 ).

Berdasarkan data sejarah nama Banyuwangi tidak dapat terlepas dengan keajayaan Blambangan. Sejak jaman Pangeran Tawang Alun (1655-1691) dan Pangeran Danuningrat (1736-1763), bahkan juga sampai ketika Blambangan berada di bawah perlindungan Bali (1763-1767), VOC belum pernah tertarik untuk memasuki dan mengelola Blambangan ( Ibid.1923 :1045 ).
Pada tahun 1743 Jawa Bagian Timur ( termasuk Blambangan ) diserahkan oleh Pakubuwono II kepada VOC, VOC merasa Blambangan memang sudah menjadi miliknya. Namun untuk sementara masih dibiarkan sebagai barang simpanan, yang baru akan dikelola sewaktu-waktu, kalau sudah diperlukan. Bahkan ketika Danuningrat memina bantuan VOC untuk melepaskan diri dari Bali, VOC masih belum tertarik untuk melihat ke Blambangan (Ibid 1923:1046).

Namun barulah setelah Inggris menjalin hubungan dagang dengan Blambangan dan mendirikan kantor dagangnya (komplek Inggrisan sekarang) pada tahun 1766 di bandar kecil Banyuwangi ( yang pada waktu itu juga disebut Tirtaganda, Tirtaarum atau Toyaarum), maka VOC langsung bergerak untuk segera merebut Banyuwangi dan mengamankan seluruh Blambangan. Secara umum dalam peprangan yang terjadi pada tahun 1767-1772 ( 5 tahun ) itu, VOC memang berusaha untuk merebut seluruh Blambangan. Namun secara khusus sebenarnya VOC terdorong untuk segera merebut Banyuwangi, yang pada waktu itu sudah mulai berkembang menjadi pusat perdagangan di Blambangan, yang telah dikuasai Inggris.
Dengan demikian jelas, bahwa lahirnya sebuah tempat yag kemudian menjadi terkenal dengan nama Banyuwangi, telah menjadi kasus-beli terjadinya peperangan dahsyat, perang Puputan Bayu. Kalau sekiranya Inggris tidak bercokol di Banyuwangi pada tahun 1766, mungkin VOC tidak akan buru-buru melakukan ekspansinya ke Blambangan pada tahun 1767. Dan karena itu mungkin perang Puputan Bayu tidak akan terjadi ( puncaknya ) pada tanggal 18 Desember 1771. Dengan demikian pasti terdapat hubungan yang erat perang Puputan Bayu dengan lahirnya sebuah tempat yang bernama Banyuwangi. Dengan perkataan lain, perang Puputan Bayu merupakan bagian dari proses lahirnya Banyuwangi. Karena itu, penetapan tanggal 18 Desember 1771 sebagai hari jadi Banyuwangi sesungguhnya sangat rasional.

Wednesday, March 17, 2010

GEOGRAFI KABUPATEN BANYUWANGI

Letak Geografis :

Kabupaten Banyuwangi merupakan bagian yang paling Timur dari Wilayah Propinsi Jawa Timur, terletak diantara koordinat 7 43 – 8 46 Lintang Selatan dan 113 53 – 114 38 Bujur Timur dan dengan ketinggian antara 25 - 100 meter di atas permukaan laut. Kabupaten memiliki panjang garis pantai sekitar 175,8 km yang membujur sepanjang batas selatan timur Kabupaten Banyuwangi, serta jumlah pulau ada 10 buah.

Batas-batas wilayah Kabupaten Banyuwangi :

1. Utara Kabupaten Situbondo dan Bondowoso

2. Timur Selat Bali

3. Selatan Samudera Indonesia

4. Barat Kabupaten Jember dan Bondowoso


Luas Kabupaten Banyuwangi 578.250 Ha atau 5.782,50 Km2 yang terdiri dari :

1. Hutan 180.937,78 Ha
a. Hutan Lindung = 36.570,40 Ha
b. Hutan Produksi = 78.926,13 Ha
c. Hutan Konservasi
- Taman Nasional = 65.451,25 Ha
- Cagar alam = 1.514,25 Ha
- Taman Wisata = 102,00 Ha
d.Hutan Kritis = 0,00 Ha

2. Persawahan / Sawah = 66.487,00 Ha
- Sawah Irigasi Teknis = 63.589,00 Ha
- Sawah Irigasi ½ Teknis = 2.068,00 Ha
- Sawah Irigasi Sederhana = 830,00 Ha
- Sawah Tadah Hujan = 0,00 Ha

3. Lahan Kering 230.094,78 Ha

- Tegalan 16.215,33 Ha
- Kebun Campuran 2.161,10 Ha
- Perkebunan Rakyat 31.097,30 Ha
- Perkebunan Besar 51046,33 Ha
- Pemukiman 127.454,22 Ha
- Tambak 1.782,50 Ha
- Tanah Rusak / Tandus 338,00 Ha

4. Lain-lain 100.730,44 Ha


Kondisi Fisik dan Potensi

Keadaan Geologi :

Jenis Tanah di Kabupaten Banyuwangi berdasarkan struktur geologi terdapat berbagai susunan / struktur geologi sebagai berikut :

No. Struktur Geologi Luas
Ha %
1. Alivium 134.525,00 23,27
2. Hasil G. Api Kwarter Muda 170.310,50 29,43
3. Hasil G. Api Kwarter Tua 59.283,00 10,26
4. Andesit 47.417,75 8,20
5. Miosen Falses Semen 89.177,25 15,43
6. Miosen Falses Batu Gamping 77.536,50 13,41
Keadaan jenis Tanah di Kabupaten Banyuwangi terdiri dari :
No. Jenis Tanah Luas
Ha %
1. Regosol 138.490,87 23,96
2. Lithosol 39.031,88 6.75
3. Lathosol 14.109,30 2,44
4. Podsolik 348.684,75 60,30
5. Gambut 37.433,70 6,55

Keadaan Topografi :
Kabupaten Daerah Banyuwangi terletak di ketinggian 0 – 1000 meter di atas permukaan laut. Berdasarkan klasifikasi Wilayah Tanah Usaha (WTU) ketinggian tersebut dibedakan atas :

• Ketinggian 0 – 25 meter di atas permukaan laut meliputi luas wilayah 41.926 Ha. (12,04%) dari luas tanah. Ketinggian ini didapatkan pada Kecamatan Banyuwangi, Bangrejo, Giri, Kalipuro, Kabat, Muncar, Pesanggaran, Purwoharjo, Rogojampi, Srono, Tegaldlimo, dan Wongsorejo.

• Ketinggian 100 - 500 meter diatas permukaan laut meliputi luas wilayah 158.939 Ha. (45,65%) dari luas daerah. Ketinggian ini didapat pada hampir semua Kecamatan keculai Kecamatan Banyuwangi, Muncar, Purwoharjo yang tingginya dibawah 100 meter diatas permukaan laut.

• Ketinggian 100 - 500 meter diatas permukaan laut meliputi luas wilayah 158.939 Ha. (45,65%) dari luas daerah. Ketinggian ini didapat pada hampir semua Kecamatan kecuali Kecamatan Banyuwangi, Muncar, Purwoharjo yang tingginya dibawah 100 meter diatas permukaan laut.

• Ketinggian 500 – 1000 meter di atas permukaan laut meliputi luas 36.527 Ha. (10,49%) dari luas daerah. Ketinggian ini meliputi Kecamatan Genteng, Sempu, Giri, Kalipuro, Glagah, Glenmore, Kabat, Songgon, dan Purwoharjo

• Ketinggian lebih dari 1000 meter di atas permukaan laut meliputi Kecamatan Giri, Kalipuro, Glagah, Glenmore, Kabat, Songgon, dan Wongsorejo.

• Daerah Kecamatan pantai meliputi Kecamatan Wongsorejo, Giri, Kalipuro, Banyuwangi, Kabat, Rogojampi, Muncar, Tegaldlimo, Purwoharjo dan Pesanggaran

Keadaan Hidrologi :

Kabupaten Banyuwangi mempunyai lereng dengan kemiringan lebih dari 40% meliputi lebih kurang 29,25% dari luas daerah yang mempunyai tinggi tempat lebih dari 500 meter di atas permukaan laut.
Beberapa sungai besar maupun kecil yang melintas Kabupaten Banyuwangi mulai bagian Utara ke Selatan sehingga merupakan daerah yang cocok untuk pertanian lahan basah, yaitu meliputi :

• Sungai Bajulmati (20 km), melewati Kecamatan Wongsorejo.

• Sungai Selogiri (6,173 km), melewati Kecamatan Kalipuro.

• Sungai Ketapang (10,26 km), melewati Kecamatan Kalipuro.

• Sungai Sukowidi (15,826 km), melewati Kecamatan Kalipuro.

• Sungai Bendo (15,826 km), melewati Kecamatan Glagah.

• Sungai Sobo (13,818 km), melewati Kecamatan Banyuwangi dan Kecamatan Glagah.

• Sungai Pakis (7,043 km), melewati Kecamatan Banyuwangi.

• Sungai Tambong (24,347 km), melewati Kecamatan Glagah dan Kecamatan Kabat.

• Sungai Binau (21,279 km), melewati Kecamatan Rogojampi.

• Sungai Bomo (7,417 km), melewati Kecamatan Rogojampi. Sungai ini merupakan perbatasan antara Kecamatan Rogojampi dengan Kecamatan Srono dan Kecamatan Muncar.

• Sungai Setail (73,35 km), melewati Kecamatan Gambiran, Kecamatan Purwoharjo, dan Kecamatan Muncar.

• Sungai Porolinggo (30,70 km), melewati Kecamatan Genteng.

• Sungai Kalibarumanis (18 km), melewati Kecamatan Kalibaru dan Kecamatan Glenmore.

• Sungai Wagud (14,60 km), melewati Kecamatan Kalipuro.

• Sungai Karangtambak (25 km), melewati Kecamatan Pesanggaran.

• Sungai Bango (18 km), melewati Kecamatan Bangorejo dan Kecamatan Pesanggaran.

• Sungai Baru (80,70 km), melewati Kecamatan Kalibaru dan Kecamatan Pesanggaran.

Keadaan Krimatologi :

Kabupaten Banyuwangi terletak di selatan equator yang dikelilingi oleh Laut Jawa, Selat Bali dan Samudra Indonesia dengan iklim tropis yang terbagi menjadi 2 musim yaitu :
• Musim penghujan antara bulan Oktober – April
• Musim kemarau antara bulan April – Oktober
• Diantara kedua musim ini terdapat musim peralihan Pancaroba yaotu sekitar bulan April/Mei dan Oktober/Nopember
• Rata-rata curah hujan sebesar 7,644 mm perbulan dengan bulan kering yaitu bulan April, September, dan Oktober

Keadaan Demografi :

Struktur wilayah administrasi Pemerintahan Kabupaten Banyuwangi :
Kecamatan = 24
Kelurahan = 28
Desa = 189
Rukun Warga (RW) = 2.827
Rukun Tetangga (RT) = 10.532

Struktur Kependudukan :

Komposisi jumlah penduduk Kabupaten Banyuwangi dalam kurun waktu tiga tahun terakhir sebanyak :
NO URAIAN SATUAN 2004 2005 2006 2007
1. Jumlah Penduduk Jiwa 1.557.436 1.575.089 1.576.328 1.580.441
- Laki-laki Jiwa 780.459 789.305 770.954 772.966
- Perempuan Jiwa 776.977 785.784 805.374 807.475
2. Kepadatan Penduduk Jiwa/Km ² 269 272 272 273

Secara umum mata pencaharian penduduk Kabupaten Banyuwangi meliputi beberapa sektor, yaitu :
a. Pertanian 45,42 %
b. Industri 5,53 %
c. Perdagangan 25,34 %
d. Keuangan 6,44 %
e. Jasa 7,17 %
f. Pertambangan dan Penggalian 0,08 %
g. Listrik, Gas, dan Air Minum 1,08 %
h. Secara Angkutan dan Komunikasi 7,09 %
i. Konstruksi 0,74 %
j. Lain - lain 6,74 %

VISI DAN MISI

VISI : MEWUJUDKAN MASYARAKAT BANYUWANGI YANG SEJAHTERA, ADIL, BERIMAN DAN BERBUDAYA.


Visi tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :

1. Kesejahteraan adalah cita - cita dan kebutuhan manusia serta dambaan masyarakat, sehingga menjadi tanggungjawab kita bersama untuk mewujudkannya. Kesejahteraan juga dapat dipandang sebagai suatu kondisi masyarakat dimana dengan kemampuan dan kompetensinya, sehingga mampu memenuhi kebutuhkan sandang, pangan dan papan. berdasarkan dua konsep tersebut diatas sehingga untuk mencapai kesejahteraan itu yang menjadi titik kritis adalah pemberdayaan dan peningkatan kemampuan masyarakat sehingga mampu untuk memenuhi kebutuhan dan maningkatkan taraf hidupnya.

2. Keadilan adalah perasaan yang hakiki dalam kehidupan manusia, yang perlu dirasakan oleh setiap masyarakat. Rasa adil akan muncul ketika pemerintah mampu memberikan pelayanan yang sama kepada seluruh masyarakat tanpa membedakan suku, agama dan ras. Sehingga pemerintah harus mampu memberikan dan menciptakan standar pelayanan serta cakupan pelayanan secara menyeluruh kepada semua lapisan masyarakat.

3. Kebudayaan adalah cermin harkat dan martabat manusia yang perlu dijunjung oleh setiap masyarakat. Iman dan taqwa merupakan penuntun tingkah laku bagi setiap masyarakat. Sehingga keimanan akan menjadi nafas budaya, sedangkan budaya menjadi penyelaras kehidupan bermasyarakat dalam mewujudkan kesejahteraan dan keadilan.


MISI :

1. Meningkatkan kualitas hidup (Quality of Life) masyarakat melalui penignkatan kualiltas pendidikan, peningkatan derajat kesehatan dan peningkatan daya beli masyarakat (Perekonomian)

2. Peningkatan pelayanan umum (Public Service), meliputi peningkatan infra struktur meliputi sarana fisik seperti jalan, listrik dan jaringan air bersih, peningkatan pelayanan administrasi dan Komunikasi, serta peningkatan pelayanan sosial budaya.

3. Membangun semangat persatuan dan kesatuan bangsa, gotong royong, serta harmonisasi antar seluruh lapisan masyarakat, dalam hetrogenitas agama, suku dan adat istiadat.

4. Mewujudkan supermasi hukum dan pemberdayaan perempuan.

5. Menciptakan pemerintahan yang bersih, efektif dan efisien.

MAKNA LAMBANG KABUPATEN BANYUWANGIMAKNA LAMBANG KABUPATEN BANYUWANGI

MAKNA BENTUK LAMBANG

1. DAUN LAMBANG BERBENTUK PERISAI, di tengah- tengah lambang berdiri tegak lurus garis berwarna
putih membelah dasar lambang secara simetris menjadi dua bagian sebelah kiri warna hitam, bagian sebelah kanan warna hijau.

2. DALAM LAMBANG TERTULIS PETA KABUPATEN BANYUWANGI, dengan dibatasi oleh gambar padi
berbutir 17 sebelah kanan dan 8 buah kapas sebelah kiri. Selat Bali dan Samudra Indonesia serta Kawah Ijen dilukiskan dengan warna biru.

3. DI BAGIAN ATAS TENGAH, yakni di atas Peta Kabupaten Banyuwangi terlukiskan sebuah bintang
bersudut lima dengan warna kuning emas melekat pada garis tegak lurus tersebut di atas. Bintang tersebut bersinar lima.

4.PITA KUNING, menghiasi bagian bawah dengan berisikan tulisan B A N Y U W A N G I, dengan warna merah.

5. PITA PUTIH SEBAGAI DASAR, pada bagian bawah di luar daun lambang dengan berisikan tulisan SATYA BHAKTI PRAJA MUKTI, berwarna hitam, yang menyatu garis tepi perisai.


MAKNA BAGIAN-BAGIAN LAMBANG

1. DAUN LAMBANG BERBENTUK PERISAI, adalah lambang keamanan dan ketentraman serta kejujuran melambangkan dasar dan keinginan hidup rakyat Kabupaten Banyuwangi.

2. BINTANG DENGAN WARNA KUNING EMAS, adalah lambang Ketuhanan Yang Maha Esa, bersudut lima
dan bersinar lima dengan garis tegak berarti berdiri tegak atas dasar Pancasila yang merupakan dasar dan falsafah Negara yang senantiasa dijunjung tinggi serta selalu menyinari jiwa rakyat Kabupaten Banyuwangi. Bintang bersinar lima menyinari Peta Kabupaten Banyuwangi, padi dan kapas.

3. PADI DAN KAPAS, lambang sandang pangan yang menjadi kebutuhan pokok rakyat sehari-hari, gambar padi berbutir 17 buah dan kapas 8 buah melambangkan saat-saat kramat bagi Bangsa Indonesia yaitu tanggal 17 Agustus 1945.

4. PETA KABUPATEN BANYUWANGI, yang terdapat banyak sungai-sungai dilukiskan warna kuning dan hijau serta di lingkungan Selat Bali dan Samudra Indonesia melambangkan sumber kemakmuran daerah.

5. PITA BERISIKAN TULISAN BANYUWANGI, menunjukkan Daerah Kabupaten Banyuwangi.

6. PITA DASAR DENGAN WARNA PUTIH, berisikan tulisan SATYA BHAKTI PRAJA MUKTI menunjukkan makna selalu mengabdi kepada kebenaran demi kesejahteraan dan kebahagiaan rakyat.

SEJARAH KABUPATEN BANYUWANGI

Merujuk data sejarah yang ada, sepanjang sejarah Blambangan kiranya tanggal 18 Desember 1771 merupakan peristiwa sejarah yang paling tua yang patut diangkat sebagai hari jadi Banyuwangi. Sebelum peristiwa puncak perang Puputan Bayu tersebut sebenarnya ada peristiwa lain yang mendahuluinya, yang juga heroik-patriotik, yaitu peristiwa penyerangan para pejuang Blambangan di bawah pimpinan Pangeran Puger ( putra Wong Agung Wilis ) ke benteng VOC di Banyualit pada tahun 1768.

Namun sayang peristiwa tersebut tidak tercatat secara lengkap pertanggalannya, dan selain itu terkesan bahwa dalam penyerangan tersebut kita kalah total, sedang pihak musuh hampir tidak menderita kerugian apapun. Pada peristiwa ini Pangeran Puger gugur, sedang Wong Agung Wilis, setelah Lateng dihancurkan, terluka, tertangkap dan kemudian dibuang ke Pulau Banda ( Lekkerkerker, 1923 ).

Berdasarkan data sejarah nama Banyuwangi tidak dapat terlepas dengan keajayaan Blambangan. Sejak jaman Pangeran Tawang Alun (1655-1691) dan Pangeran Danuningrat (1736-1763), bahkan juga sampai ketika Blambangan berada di bawah perlindungan Bali (1763-1767), VOC belum pernah tertarik untuk memasuki dan mengelola Blambangan ( Ibid.1923 :1045 ).

Pada tahun 1743 Jawa Bagian Timur ( termasuk Blambangan ) diserahkan oleh Pakubuwono II kepada VOC, VOC merasa Blambangan memang sudah menjadi miliknya. Namun untuk sementara masih dibiarkan sebagai barang simpanan, yang baru akan dikelola sewaktu-waktu, kalau sudah diperlukan. Bahkan ketika Danuningrat memina bantuan VOC untuk melepaskan diri dari Bali, VOC masih belum tertarik untuk melihat ke Blambangan (Ibid 1923:1046).

Namun barulah setelah Inggris menjalin hubungan dagang dengan Blambangan dan mendirikan kantor dagangnya (komplek Inggrisan sekarang) pada tahun 1766 di bandar kecil Banyuwangi ( yang pada waktu itu juga disebut Tirtaganda, Tirtaarum atau Toyaarum), maka VOC langsung bergerak untuk segera merebut Banyuwangi dan mengamankan seluruh Blambangan. Secara umum dalam peprangan yang terjadi pada tahun 1767-1772 ( 5 tahun ) itu, VOC memang berusaha untuk merebut seluruh Blambangan. Namun secara khusus sebenarnya VOC terdorong untuk segera merebut Banyuwangi, yang pada waktu itu sudah mulai berkembang menjadi pusat perdagangan di Blambangan, yang telah dikuasai Inggris.

Dengan demikian jelas, bahwa lahirnya sebuah tempat yag kemudian menjadi terkenal dengan nama Banyuwangi, telah menjadi kasus-beli terjadinya peperangan dahsyat, perang Puputan Bayu. Kalau sekiranya Inggris tidak bercokol di Banyuwangi pada tahun 1766, mungkin VOC tidak akan buru-buru melakukan ekspansinya ke Blambangan pada tahun 1767. Dan karena itu mungkin perang Puputan Bayu tidak akan terjadi ( puncaknya ) pada tanggal 18 Desember 1771. Dengan demikian pasti terdapat hubungan yang erat perang Puputan Bayu dengan lahirnya sebuah tempat yang bernama Banyuwangi. Dengan perkataan lain, perang Puputan Bayu merupakan bagian dari proses lahirnya Banyuwangi. Karena itu, penetapan tanggal 18 Desember 1771 sebagai hari jadi Banyuwangi sesungguhnya sangat rasional.

SITUS-SITUS BUMI BLAMBANGAN

- Makam-Makam Bupati Banyuwangi

Barat pengimaman masjid Baiturrohman terdapat makam-makam bupati Banyuwangi antara lain : Wiroguno II (1782-1818), Suronegoro (1818-1832), Wiryodono Adiningrat (1832-1867), Pringgokusumo (1867-1881), Astro Kusumo (1881-1889), sedangkan Bupati pertama Banyuwangi Mas Alit (1773-1781) gugur dan dimakamkan di Karang Asem Sedayu. Hanya bajunya saja yang dikebumikan di taman pemakaman tersebut.

- Masjid Jami’ Baiturrohman

Tanah wakaf dari masa (Wiroguno I) yang direhap pertama kali pada masa Raden Tumenggung Pringgokusumo. Dulu terdapat kaligrafi bertuliskan Allah Muhammad yang ditulis oleh Mas Muhammad Saleh dengan pengikutnya Mas Saelan. Mulai tahun 2005 sampai sekarang Masjid ini masih dalam tahap renovasi dan akan menjadi salah satu aikon Banyuwangi setelah selesai di renovasi.

- Sumur Sri Tanjung

Ditemukan pada masa Raden Tumenggung Notodiningrat (1912-1920). Terletak di timur Pendopo Kabupaten. Sri tanjung dan Sidopekso merupakan legenda turun-menurun yang merupakan kisah asmara dan kesetiaan yang merupakan cikal bakal Banyuwangi.
Konon jika sewaktu-waktu air sumur berubah bau menjadi wangi maka itu akan menjadi suatu pertanda baik / buruk yang akan menimpa suatu daerah ataupun bangsa ini.

- Musium Blambangan

Berlokasi di Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Banyuwangi. Awalnya didirikan oleh Bupati Banyuwangi Djoko Supaat Selamet yang berkuasa pada tahun (1966-1978) di kompleks pendopo Kabupaten Banyuwangi namun pada tahun 2004 Musium direlokasikan di Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Banyuwangi hingga sekarang.
Koleksi yang dimiliki oleh museum antara lain: Berbagai macam kain batik, contoh rumah adat using Banyuwangi, kain-kain dari masa lampau, replica seni musik angklung, aneka macam senjata perang, alat-alat musik peninggalan Belanda, dan yang paling menarik perhatian pengunjung untuk melihat replica Barong dan penari Gandrong yang menjadi simbol Kota Banyuwangi

- Sonangkaryo

Sonangkaryo adalah umbul-umbul kerajinan Blambangan, menurut Mishadi hasil wawancara dengan Sayu Darmani (Tumenggungan) bahwa ibunya yang bernama Sayu Suwarsih telah lama menyimpan Sonangkaryo tersebut, namun ketika dirasa tidak kuat lagi mengemban amanah tersebut, maka dibuanglah satu kotak pusaka yang berisi umbul-umbul Sonangkaryo, Cemeti, dan Lebah penari musuh.

- Tugu TNI 0032

Taman Makam pahlawan yang terletak di bibir pantai Boom merupakan pertempuran tentara laut NKRI yang dipimpin oleh Letnan Laut Sulaiman melawan AL, AD, dan AU Belanda pada tanggal 21 Juli 1947. Tugu tersebut disahkan oleh Presiden RI yang pertama yaitu Bung Karno.

- Benteng Ultrech (Kodim)

Berada di batas selatan markas Kodim, dulu terdapat rumah nuansa Portugis yang dijadikan sebagai tempat pengintaian Balanda terhadap gerak-gerik orang Blambangan di pendopo pada masa pemerintahan Mas Alit.

- Inggrisan

Dibangun oleh Belanda sekitar tahun 1766-1811, yang luasnya sekitar satu hektar, merupakan markas yang dulunya bernama Singodilaga, kemudian diganti dengan nama Loji (Inggris = Lodge, artinya penginapan / pintu penjagaan) yang disekitarnya dibangun lorong-lorong terhubung dengan Kali Lo (Selatan), dan Boom (Timur) akhirnya diserahkan kepada Inggris setelah Belanda kalah perang (Sumber Java’s Last Frontier, Margono. 2007),selatan berupa perkantoran yang disebut Bire (Sekarang Telkom) dan kantor pos, di daerah tersebut pernah terjadi peristiwa yang hamper mirip dengan peristiwa di hotel Yamato, Surabaya, yaitu orang-orang Blambangan dengan berani merobek bendera belanda yang berwarna merah putih biru menjadi merah putih saja.
Depan Inggrisan terdapat Tegal Loji, selatannya adalah perkampungan Belanda (Kulon dam), timurnya adalah Benteng Ultrech dan tempat penimbunan kayu gelondongan (sekarang Gedung Wanita) sebelah utara dulu sebagai kantor regent dan garasi kuda mayat (sekarang Bank Jatim) dan perumahan Kodim sekarang, dulu adalah markas polisi Jepang / kompetoi lalu jaman Belanda dijadikan perumahan svout.

- Makam Datuk Malik Ibrahim

Salah satu Waliyullah keturunan Arab Saudi yang banyak di kunjungi peziarah dari dalam dan luar Banyuwangi terletak di Desa Lateng Banyuwangi.

- Konco Hoo Tong Bio

Terletak di Pecinan kecamatan kota Banyuwangi pada waktu terjadi pembantaian orang-orang Cina oleh VOC di Batavia, seorang yang bernama Tan Hu Cin Jin dari dratan Cina yang menaiki perahu bertiang satu.
Perahu tersebut kandas di sekitar pakem dan Tan Hu Cin Jin memutuskan menetap di wilayah Banyuwangi. Untuk mengenang peristiwa tersebut, didirikanlah klenteng Hoo Tong Bio.
Setiap tanggal 1 bulan Ciu Gwee (kalender cina), pada tengah malam sebelum tahun baru diadakan sembahyang bersama. Dalam acara tahun baru Imlek kesenian barong Said an Kong-kong ditampilkan, kemudian ada sebuah acara yang disebut Cap Go Mee dirayakan pada hari ke 15 sesudah tahun baru Imlek, dengan mengarak patung yang Maha Kong Co Tan Hu Cin Jin keliling disekitar kampung pecinan. Hal ini dimaksud kan untuk menolak bala’ dan mengharap berkah kepada Tuhan. Acara ini dimiriahkan dengan tarian barongsai dan berbagai kesenian daerah lainnya. Makanan khas yang disajikan adalah lontong Cap Go Mee.
Tak hanya itu, Hari ulang tahun tempat ibadah Tri Dharma “Hoo tong Bio” yang dibangun pada tahun 1781, ucapan itu bertujuan untuk memperingati kebesaran yang mulia Kong Co Tan Hu Cin Jin dan biasanya doadakan pd tanggal 27 Agustus.

- Watu Dodol

Sebuah batu besar terletak di daerah ketapang yang pernah ditarik oleh kapal Jepang, pernah dijadikan benteng pertahanan Jepang pada masa perang dunia II, dan pada maa setelah kemerdekaan dijadikan tempat pendaratan Belanda antara lain 14 April 1946 yang mendapatkan perlwanan orang Banyuwangi dibawah kepemimpinan Pak Musahra (orang tua dari Lurah Astroyu), 20 Juli 1946 Belanda mendapatkan perlawanan dari Yon Macan Putih yang dipimpin oleh Raden Abdul Rifa’I dan Letnan Ateng Yogasana, 21 Juli 1947, Yon Macan Putih yang berhasil menenggelamkan kapal dan tengker milik Belanda.
Sejak dahulu kala tempat ini dijadikan tempat Upacara Agama Hindu yaitu Jala Dipuja / Melasti / Melayis yang di maksud untuk memohon anugerah dari penguasa laut, pelaksanaannya bertepatan pada saat mentari bergeser ke Utara khatulistiwa sebelum datangnya hari raya Nyepi.
Upacara ini dipimpin oleh seorang pendeta yang memberkati umatnya dengan cara mencipratkan “Tirta Suci” yaitu air suci yang diambil dari sumur pitu (tujuh sumber air). Beberapa sesaji diarak ke laut atau di mata air.

Sejarah Blambangan dan Sejarah Banyuwangi

SEJARAH BANYUWANGI - BLAMBANGAN

Kota di ujung paling timur pulau jawa, memiliki legenda
yang menguak asal muasal nama Banyuwangi - Blambangan.

SEJARAH SINGKAT KERAJAAN BLAMBANGAN :

Kerajaan Blambangan adalah kerajaan yang berpusat di kawasan Blambangan, sebelah selatan Banyuwangi. Raja yang terakhir menduduki singgasana adalah Prabu Minakjinggo. Kerajaan ini telah ada pada akhir era Majapahit. Blambangan dianggap sebagai kerajaan bercorak Hindu terakhir di Jawa.
Sebelum menjadi kerajaan berdaulat, Blambangan termasuk wilayah Kerajaan Bali. Usaha penaklukan kerajaan Mataram Islam terhadap Blambangan tidak berhasil. Inilah yang menyebabkan mengapa kawasan Blambangan (dan Banyuwangi pada umumnya) tidak pernah masuk pada budaya Jawa Tengahan, sehingga kawasan tersebut hingga kini memiliki ragam bahasa yang cukup berbeda dengan bahasa Jawa baku. Pengaruh Bali juga tampak pada berbagai bentuk kesenian tari yang berasal dari wilayah Blambangan.

SEJARAH SINGKAT BANYUWANGI :

Merujuk data sejarah yang ada, sepanjang sejarah Blambangan kiranya tanggal 18 Desember 1771 merupakan peristiwa sejarah yang paling tua yang patut diangkat sebagai hari jadi Banyuwangi. Sebelum peristiwa puncak perang Puputan Bayu tersebut sebenarnya ada peristiwa lain yang mendahuluinya, yang juga heroik-patriotik, yaitu peristiwa penyerangan para pejuang Blambangan di bawah pimpinan Pangeran Puger ( putra Wong Agung Wilis ) ke benteng VOC di Banyualit pada tahun 1768.
Namun sayang peristiwa tersebut tidak tercatat secara lengkap pertanggalannya, dan selain itu terkesan bahwa dalam penyerangan tersebut kita kalah total, sedang pihak musuh hampir tidak menderita kerugian apapun. Pada peristiwa ini Pangeran Puger gugur, sedang Wong Agung Wilis, setelah Lateng dihancurkan, terluka, tertangkap dan kemudian dibuang ke Pulau Banda ( Lekkerkerker, 1923 ).

Berdasarkan data sejarah nama Banyuwangi tidak dapat terlepas dengan keajayaan Blambangan. Sejak jaman Pangeran Tawang Alun (1655-1691) dan Pangeran Danuningrat (1736-1763), bahkan juga sampai ketika Blambangan berada di bawah perlindungan Bali (1763-1767), VOC belum pernah tertarik untuk memasuki dan mengelola Blambangan ( Ibid.1923 :1045 ).
Pada tahun 1743 Jawa Bagian Timur ( termasuk Blambangan ) diserahkan oleh Pakubuwono II kepada VOC, VOC merasa Blambangan memang sudah menjadi miliknya. Namun untuk sementara masih dibiarkan sebagai barang simpanan, yang baru akan dikelola sewaktu-waktu, kalau sudah diperlukan. Bahkan ketika Danuningrat memina bantuan VOC untuk melepaskan diri dari Bali, VOC masih belum tertarik untuk melihat ke Blambangan (Ibid 1923:1046).

Namun barulah setelah Inggris menjalin hubungan dagang dengan Blambangan dan mendirikan kantor dagangnya (komplek Inggrisan sekarang) pada tahun 1766 di bandar kecil Banyuwangi ( yang pada waktu itu juga disebut Tirtaganda, Tirtaarum atau Toyaarum), maka VOC langsung bergerak untuk segera merebut Banyuwangi dan mengamankan seluruh Blambangan. Secara umum dalam peprangan yang terjadi pada tahun 1767-1772 ( 5 tahun ) itu, VOC memang berusaha untuk merebut seluruh Blambangan. Namun secara khusus sebenarnya VOC terdorong untuk segera merebut Banyuwangi, yang pada waktu itu sudah mulai berkembang menjadi pusat perdagangan di Blambangan, yang telah dikuasai Inggris.
Dengan demikian jelas, bahwa lahirnya sebuah tempat yag kemudian menjadi terkenal dengan nama Banyuwangi, telah menjadi kasus-beli terjadinya peperangan dahsyat, perang Puputan Bayu. Kalau sekiranya Inggris tidak bercokol di Banyuwangi pada tahun 1766, mungkin VOC tidak akan buru-buru melakukan ekspansinya ke Blambangan pada tahun 1767. Dan karena itu mungkin perang Puputan Bayu tidak akan terjadi ( puncaknya ) pada tanggal 18 Desember 1771. Dengan demikian pasti terdapat hubungan yang erat perang Puputan Bayu dengan lahirnya sebuah tempat yang bernama Banyuwangi. Dengan perkataan lain, perang Puputan Bayu merupakan bagian dari proses lahirnya Banyuwangi. Karena itu, penetapan tanggal 18 Desember 1771 sebagai hari jadi Banyuwangi sesungguhnya sangat rasional.